Kolom Blog Adhi Ksp: Paris van Java dan Wawa Sulaeman yang Fenomenal

Pengantar
Paris van Java ikon baru Kota Bandung. Resort lifestyle berkonsep main street dan alfresco dining ini belum ada duanya di Indonesia, bahkan konon di Asia Tenggara. Inilah mimpi Wawa Sulaeman, pemilik Paris van Java, sejak 15 tahun lalu, yang terwujud sekarang. Singgahlah di Paris van Java nan eksotis! (KSP)

Kolom Blog Adhi Ksp

Paris van Java dan Wawa Sulaeman yang Fenomenal

Kali ini saya harus memberi rekomendasi kepada Anda yang akan ke Bandung: jangan lupa datang ke Paris van Java di Sukajadi. Nikmati suasana alfresco dining dan main street-nya. Mengapa? Nah ini dia yang ingin saya ceritakan.

Akhir pekan lalu, saya berkunjung ke Bandung, khusus untuk menikmati Paris van Java. Begitu sampai di lapangan parkirnya yang luas tapi penuh, saya terkagum-kagum. Waw, Paris van Java memang memesona, sesuai namanya. Saya memang baru pertama datang ke Paris van Java, resort lifestyle berkonsep main street dan alfresco dining, sejak dibuka untuk umum November 2006 lalu.

Bayangkan, dari ujung ke ujung, resto dan kafe yang dibuka di depan Paris van Java, semua bersuasana alfresco dining, makan di alam terbuka. Dan semuanya ramai. Dari Raffel, Gelato Bar, Cafe Halaman, Newspaper, Red Bean, BMC, Cafe Oh La La, Black Canyon Coffee, Cafe Manchester United, Zenbu, Javana Bostro, Sushigroove, KFC, J-.Co, sampai Putri Kenanga.

Menikmati malam minggu di Paris van Java, seperti menikmati suasana alfresco dining di kota-kota lain di mancanegara. Saya menikmati malam minggu di Black Canyon Coffee, menikmati hidangan Thailand yang 'spicy'. Sahabat saya, Ardi Joanda, pemilik lisensi waralaba Charmy Snow Ice yang membuka gerainya di Paris van Java bilang, dari semua resto dan kafe yang ada di sana, dia paling suka Black Canyon Coffee, yang masakannya memang enak.

Makan di resto ini bukannya diiringi musik lembut, tetapi justru house music!Mungkin saja, house music itu untuk mengimbangi suasana di Cafe Manchester United di seberangnya. Pada Sabtu malam itu, suasana begitu ramai. Rupanya Manchester United sedang berlaga dengan Liverpool. Setiap kali bola nyaris masuk gawang, para penonton berteriak gemas. Yah, cafe MU yang menyediakan layar lebar, makin banyak didatangi penggemar bola. Dan ternyata MU akhirnya unggul 1-0 atas Liverpool.

Suasana alfresco dining di Paris van Java makin asyik. Dan semakin malam, semakin ramai orang datang ke Paris van Java, dan pulang sampai larut bahkan hingga pukul dua dinihari.Paris van Java yang Fenomenal dan Wawa Sulaeman Saya menyebut kehadiran Paris van Java sangat fenomenal.

Konsep alfresco dining dan main street yang diterapkan pada Paris van Java, bisa jadi merupakan yang pertama di Asia Tenggara. Setidaknya, itulah yang disampaikan pemilik Paris van Java, Wawa Sulaeman dalan perbincangan dengan saya hari Minggu 4 Maret. Saya baru pertama bertemu dengan Pak Wawa. Orangnya memang nyentrik. Penampilannya sangat santai: bercelana pendek. Tak ada pengunjung yang bakal tahu, lelaki bercelana pendek itu adalah sang pemilik.

Bahkan sahabat saya Ardi Joanda terkagum-kagum pada Wawa, karena Ardi pernah melihatnya membawa sekop dan membersihkan sampah di seputar Paris van Java. "Sungguh luar biasa," begitu komentar Ardi, yang pernah jadi CEO perusahaan furnitur terkemuka, Da Vinci itu, terhadap Wawa.

Dari perbincangan saya dengan Pak Wawa Sulaeman, saya mendapat kesan bahwa Paris van Java memang proyek impiannya sejak 15 tahun lalu, yang akhirnya dapat diwujudkannya saat ini. Setiap detil desain di gerai-gerai Paris van Java, dia ikut memberi konsultasi. Maklum, Pak Wawa ini seorang arsitek ITB 1978, yang punya pengalaman banyak di perusahaan properti Grup Ciputra dan CDJ.

Salah satu karya desainnya adalah Pondok Indah Mal pertama, yang hingga kini masih eksis. Juga beberapa karyanya di sejumlah pusat perbelanjaan di beberapa kota di Indonesia. Tapi semua desainnya mirip atau sama. Namun kali ini Wawa membuat yang berbeda dengan konsep main street dan alfresco dining. Proyek ini spektakuler. Awalnya banyak yang ragu, tapi dalam waktu singkat, Paris van Java menjadi ikon kota Bandung, menggeser Ci-Walk (Cihampelas Walk).

Pada hari biasa, pengunjung Paris van Java 15.000-18.000 orang/hari, pada akhir pekan seperti kemarin itu, 40.000 orang/hari. Dan jika ada acara khusus, bisa meledak mencapai 75.000/hari. Sungguh dahsyat! Pak Wawa sangat antusias bercerita pada saya, bagaimana pada awalnya dia kurang dipercaya calon penyewa. Sebab sejak Bandung Indah Plaza, sudah banyak yang gagal "bermain" di properti mal.

Paris van Java akan sulit ditiru pada zaman sekarang. Mengapa? Karena lahan parkir di depan saja luasnya dua hektar. Wawa memang memberi banyak ruang terbuka pada proyek fenomenalnya. Pengembang mana yang berani seperti itu? Jangan-jangan setiap lahan kosong dijadikan ruko! Tapi justru lahan parkir di depan yang relatif luas itulah, yang membuat keunggulan Paris van Java.

Pak Wawa juga bercerita bagaimana awalnya Blitz Megaplex, melengkapi Paris van Java yang fenomenal. Awalnya dia menawarkan kepada Cinema 21, namun ditolak dengan alasan Cinema 21 sudah buka di Ci-Walk. Lalu datanglah anak-anak muda profesional yang menawarkan Blitz! Pak Wawa bilang dia semula kurang percaya, sebab dari mana film-film Blitz berasal. "Mereka bilang didukung oleh Golden Screen Malaysia. Yang membuat saya akhirnya setuju Blitz masuk ke Paris van Java adalah ketika mereka membeberkan rencana jam putar di sembilan layar. Setiap 15 menit, ada jam putar. Jadi pengunjung yang telat datang, tetap bisa menunggu tak terlalu lama, tetap bisa nonton film yang diinginkan di layar lain. Konsep ini biasa diterapkan di bioskop-bioskop luar negeri," cerita Wawa.

Blitz Megaplex ternyata mengguncang Cinema 21 di seluruh Bandung. Konon, 52 persen penjualan tiket bioskop di Bandung, diambil oleh Blitz. Lalu ada rumor, no-mat (nonton hemat) Cinema 21 ditambah harinya menjadi Senin sampai Kamis, agar penonton tidak lari ke Blitz. Paris van Java dan Wawa Sulaeman memang fenomenal.

Saya perkirakan, masyarakat menengah dan menengah atas Kota Bandung sendiri, tumplek di Paris van Java, menikmati suasana berbeda resort lifestyle. Ini belum banyak orang Jakarta tahu Paris van Java. Kalau sudah tahu, wah, bisa-bisa jumlah pengunjung berlipat ganda.

Sungguh! Kali ini saya wajib memberi rekomendasi: jika datang ke Bandung, snggahlah di Paris van Java, yang belum ada duanya, di Bandung, di Jakarta, di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Sudah ada tiga pengusaha Singapura menghubungi Pak Wawa, minta agar dia mendesain Paris van Java di Singapura. Tapi Pak Wawa bilang, "Paris van Java ya tetap Paris van Java. Dia harus berada di Bandung dan milik Bandung!"

Serpong, 4 Maret 2007

Comments

Popular posts from this blog

Kolom Blog Adhi Ksp: Starbucks, Kopi Luwak, dan J.Co

Hiburan Rakyat Menjelang Kenaikan BBM