Kolom Blog Adhi Ksp: Internet Di Mana-mana, Akankah Industri Media Cetak Mati?
Kolom Blog Adhi Ksp
Internet Di Mana-mana, Akankah Industri Media Cetak Mati?
Internet di mana-mana. Internet memang sudah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat global. Di Bandara Internasional Changi Singapura, tempat transit sebelum menuju Fukuoka, Jepang, saya sempat menulis untuk blog ini. Saat ini pukul 23.00 WIB atau pukul 00.00 waktu Singapura.
Begitu tiba di Bandara Changi, saya melihat free internet langsung penuh. Rupanya mereka mengecek email masing-masing. Tapi ada pula yang mengecek berita BBC atau CNN. Padahal saat ini sudah tengah malam. Tapi setiap sudut Bandara Changi yang menyediakan free internet tetap penuh. Ini membuktikan bahwa internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat global.
Sebelumnya ketika berada di Bandara Soekarno-Hatta dan menikmati hidangan gratis di lounge berkat kartu kredit Platinum ANZ, saya sempat membaca tulisan Jon Fine di Business Week terbaru (1-8 Agustus 2007) yang bertajuk "Kapan Saatnya Menutup Koran?" Jon Fine membuka tulisannya sebagai berikut.
Mari main tebak-tebakan. Perusahaan surat kabar besar AS mana yang mestinya jadi yang pertama berhenti menerbitkan versi cetak? Pertanyaan ini patut dikemukakan. Sebab bisa jadi 2007 menjadi tahun terburuk bagi surat kabar AS sejak Era Depresi Besar. Penurunan pemasukan sebesar dua digit (yang sudah lama diprediksi) telah hadir di depan mata. Meski hampir semua surat kabar besar masih mencetak laba, tapi alebih kecil dari sebelumnya, beberapa nama terkenal mulai merasakan kehilangan yang cukup besar.
Berita ini sebetulnya sudah lama terdengar. Bill Gates misalnya sudah mengingatkan wanti-wanti bahwa industri media cetak kini terancam akibat revolusi digital. Saya pernah menulis soal ini di kolom ini. Dan ketika menghadiri Nokia World 2006 di Amsterdam, Belanda, industri seluler terkemuka itu sudah mengantisipasinya dengan memproduksi ponsel-ponsel high-end.
Penggunanya mampu membaca koran digital dari ponsel, nonton berita TV, mengecek wikipedia, mengecek lokasi dengan teknologi GPS di ponsel. Semua yang sebelumnya hanya impian, atau hanya bisa dilihat di film 007 James Bond, kini sudah bisa dinikmati masyarakat global.
Apakah industri media cetak akan mati? Sangat tergantung berapa cepat teknologi digital merambah Indonesia hingga ke pelosok. 10 tahun, 20 tahun? Kita tunggu saja nanti. Tapi sejak lama saya sudah memprediksi bahwa koran online akan menjadi primadona.
Tulisan ini dibuat di PC free internet di Bandara Internasional Changi Singapura ketika saya menunggu pesawat SQ terbang ke Fukuoka, tengah malam ini juga. Betapa dahsyatnya internet sekarang. Menulis blog pun bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun juga.
Bandara Internasional Changi Singapura, Minggu, 29 Juli 2007, pukul 00.18 waktu Singapura
Internet Di Mana-mana, Akankah Industri Media Cetak Mati?
Internet di mana-mana. Internet memang sudah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat global. Di Bandara Internasional Changi Singapura, tempat transit sebelum menuju Fukuoka, Jepang, saya sempat menulis untuk blog ini. Saat ini pukul 23.00 WIB atau pukul 00.00 waktu Singapura.
Begitu tiba di Bandara Changi, saya melihat free internet langsung penuh. Rupanya mereka mengecek email masing-masing. Tapi ada pula yang mengecek berita BBC atau CNN. Padahal saat ini sudah tengah malam. Tapi setiap sudut Bandara Changi yang menyediakan free internet tetap penuh. Ini membuktikan bahwa internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat global.
Sebelumnya ketika berada di Bandara Soekarno-Hatta dan menikmati hidangan gratis di lounge berkat kartu kredit Platinum ANZ, saya sempat membaca tulisan Jon Fine di Business Week terbaru (1-8 Agustus 2007) yang bertajuk "Kapan Saatnya Menutup Koran?" Jon Fine membuka tulisannya sebagai berikut.
Mari main tebak-tebakan. Perusahaan surat kabar besar AS mana yang mestinya jadi yang pertama berhenti menerbitkan versi cetak? Pertanyaan ini patut dikemukakan. Sebab bisa jadi 2007 menjadi tahun terburuk bagi surat kabar AS sejak Era Depresi Besar. Penurunan pemasukan sebesar dua digit (yang sudah lama diprediksi) telah hadir di depan mata. Meski hampir semua surat kabar besar masih mencetak laba, tapi alebih kecil dari sebelumnya, beberapa nama terkenal mulai merasakan kehilangan yang cukup besar.
Berita ini sebetulnya sudah lama terdengar. Bill Gates misalnya sudah mengingatkan wanti-wanti bahwa industri media cetak kini terancam akibat revolusi digital. Saya pernah menulis soal ini di kolom ini. Dan ketika menghadiri Nokia World 2006 di Amsterdam, Belanda, industri seluler terkemuka itu sudah mengantisipasinya dengan memproduksi ponsel-ponsel high-end.
Penggunanya mampu membaca koran digital dari ponsel, nonton berita TV, mengecek wikipedia, mengecek lokasi dengan teknologi GPS di ponsel. Semua yang sebelumnya hanya impian, atau hanya bisa dilihat di film 007 James Bond, kini sudah bisa dinikmati masyarakat global.
Apakah industri media cetak akan mati? Sangat tergantung berapa cepat teknologi digital merambah Indonesia hingga ke pelosok. 10 tahun, 20 tahun? Kita tunggu saja nanti. Tapi sejak lama saya sudah memprediksi bahwa koran online akan menjadi primadona.
Tulisan ini dibuat di PC free internet di Bandara Internasional Changi Singapura ketika saya menunggu pesawat SQ terbang ke Fukuoka, tengah malam ini juga. Betapa dahsyatnya internet sekarang. Menulis blog pun bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun juga.
Bandara Internasional Changi Singapura, Minggu, 29 Juli 2007, pukul 00.18 waktu Singapura
Comments