Kolom Blog Adhi Ksp: Meliput Pilkada DKI Jakarta
Kolom Blog Adhi Ksp
Meliput Pilkada DKI Jakarta
Saya beruntung mendapat tugas dari kantor saya, meliput Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung DKI Jakarta tahun 2007 ini. Saya mewawancarai Adang Daradjatun di rumahnya yang luas dan asri di kawasan Cipete, Jakarta Selatan pada hari Minggu (1/7) petang ketika banyak teman saya masih menikmati suasana Ancol bersama keluarga. Saya datang bersama teman saya, Iwan Santosa. Kami pun ngobrol panjang lebar dengan Adang, mantan Wakil Kepala Polri dengan pangkat terakhir Komisaris Jenderal Polisi itu.
Saya juga mewawancarai Fauzi Bowo di ruang kerjanya di Balai Kota DKI Jakarta beberapa hari setelah itu. Saya datang bersama teman saya, E Caesar Alexey dan Neli Triana. Waktu wawancara agak molor. Sambil menunggu Fauzi datang, saya berkenalan lebih dalam dengan tim Public Relations dari Hotline Advertising, Mbak Surti.
Ketika tulisan saya (bersama Iwan) tentang Adang Daradjatun dimuat pada awal Agustus 2007 lalu di halaman khusus Kandidat di Kompas, saya sedang bertugas di Kitakyushu City, Jepang. Tapi setelah saya kembali, ada reaksi dari teman-teman saya pendukung Fauzi Bowo. Menurut mereka, saya pro-Adang, pendukung Adang, saya pernah bertugas lama di bidang kepolisian sehingga lebih berat ke Adang. Saya katakan, saya mendapat tugas mewawancarai dan menulis tentang Adang Daradjatun, dan memang demikianlah gaya tulisan saya.
Saya berpikir, wah, saya kenal baik Nur Mahmudi Ismail, mantan Presiden Partai Keadilan (cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera) yang kini Wali Kota Depok. Saya juga kenal baik dengan Zulkieflimansyah, kandidat Gubernur Banten yang diusung PKS. Dan dalam Pilkada DKI ini, saya pun harus bertemu dengan kandidat yang diusung PKS yaitu Adang Daradjatun. (Mudah-mudahan bukan karena inisial saya KSP. Hehehe, just kidding).
Saya memberi penjelasan bahwa saya seorang wartawan, non-partisan, dan tak boleh berat sebelah. Karena itulah saya juga menulis tentang Fauzi Bowo bersama rekan saya, Caesar dan Neli. Tapi sulit juga menjelaskan kepada teman-teman saya pendukung Fauzi, mengapa saya harus menulis tentang Adang seperti itu. Bahkan tim kampanye Fauzi, Idrus Marham bilang, tulisan saya terlalu pro Adang. Saya harus menjelaskan kepada Idrus ketika saya datang ke Fauzi Bowo Center di Jalan Diponegoro pada hari Rabu (8/8) sore, bahwa saya seorang jurnalis yang tidak berpihak.
Sehari sebelumnya (setelah saya kembali dari Jepang), saya datang ke rumah Fauzi Bowo di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan. Pada waktu itu Fauzi menegaskan bahwa tidak ada kata "kalah" dalam kamusnya. Fauzi sudah percaya diri memenangkan Pilkada. Setelah itu, Fauzi dan istrinya Sri Hartati makan siang di warung Pak Kumis, Jalan Kendal. Oleh Mbak Paula dari Hotline Adv, saya diminta duduk di dekat Fauzi dan Bu Tati. Saya makan sate dan sop Pak Kumis dengan lahap.
Fauzi waktu itu mengatakan setelah acara makan siang, akan ke rumah Ali Sadikin di Jalan Borobudur. Fauzi didukung penuh oleh Bang Ali, mantan Gubernur DKI Jakarta yang sangat populer. Ketika saya mengambil foto Fauzi dan istrinya di warung Pak Kumis itu, Fauzi sempat memberikan jarinya pada angka dua atau victory, kemenangan.
Sebenarnya sejak awal saya sudah memprediksi, Fauzi Bowo bakal menang. Bahkan jauh sebelum itu, lima tahun lalu, saya pernah membisikkan ke telinganya saat saya mengucapkan selamat kepda Fauzi yang waktu itu menjadi Wakil Gubernur mendampingi Bang Yos yang menjabat Gubernur DKI untuk periode kedua. "Lima tahun lagi, Pak Fauzi yang jadi gubernur," kata saya kepada Fauzi, lima tahun silam. Waktu itu saya masih membantu Harian Warta Kota, meliput sebuah acara fashion show yang dihadiri Fauzi Bowo.
Namun tulisan saya tentang Adang Daradjatun, sempat membuat kubu Fauzi "curiga" pada saya. Namun setelah saya menulis bahwa PKS dan Adang Selamati Fauzi Bowo, barulah Idrus Marham, Wakil Ketua Tim Kampanye Fauzi Bowo, menyampaikan kepada saya bahwa berita itu membuat kubu Fauzi gembira. "Itulah hebatnya kau. Pandai memainkan perasaan," ungkap Idrus Marham. Kalimatnya membuat saya tergelak. Yah, begitulah jurnalis. Saya tak punya kepentingan apa pun dalam meliput Pilkada DKI Jakarta ini.
Karena itu pulalah, saya agak heran jika ada institusi seperti AJI yang mengklaim bahwa berita Kompas berpihak pada Fauzi Bowo selama Pilkada. Lha, saya sendiri sebagai wartawan yang meliput Pilkada DKI malah sering disebut wartawan PKS kok. Kepada sahabat-sahabat saya di AJI, tolong Anda lihat persoalan ini secara menyeluruh dan jangan seenaknya ambil kesimpulan. Menurut saya, pemberitaan Kompas tetap seimbang. Kalau suatu hari pro-Fauzi, pasti hari lainnya pro-Adang.
Bagaimanapun, saya puas meliput Pilkada DKI Jakarta. Setidaknya saya menunjukkan bahwa saya non-partisan. Bahwa ada analisis saya tentang kemenangan Fauzi Bowo, saya kira sah-sah saja karena saya sudah lama mengenal Fauzi Bowo sejak beliau Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Tapi, saya toh tetap profesional dan proporsional saat menulis profil Adang Daradjatun.
Selamat buat Bang Fauzi dan Bang Pri. Selamat memimpin Jakarta untuk lima tahun ke depan. Selamat juga buat Bang Adang dan Bang Dani, yang sudah bersikap kesatria, mengakui kemenangan Fauzi-Pri. Mudah-mudahan Pilkada DKI Jakarta menjadi contoh kedewasaan berpolitik bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Palmerah, 17 Agustus 2007
Meliput Pilkada DKI Jakarta
Saya beruntung mendapat tugas dari kantor saya, meliput Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung DKI Jakarta tahun 2007 ini. Saya mewawancarai Adang Daradjatun di rumahnya yang luas dan asri di kawasan Cipete, Jakarta Selatan pada hari Minggu (1/7) petang ketika banyak teman saya masih menikmati suasana Ancol bersama keluarga. Saya datang bersama teman saya, Iwan Santosa. Kami pun ngobrol panjang lebar dengan Adang, mantan Wakil Kepala Polri dengan pangkat terakhir Komisaris Jenderal Polisi itu.
Saya juga mewawancarai Fauzi Bowo di ruang kerjanya di Balai Kota DKI Jakarta beberapa hari setelah itu. Saya datang bersama teman saya, E Caesar Alexey dan Neli Triana. Waktu wawancara agak molor. Sambil menunggu Fauzi datang, saya berkenalan lebih dalam dengan tim Public Relations dari Hotline Advertising, Mbak Surti.
Ketika tulisan saya (bersama Iwan) tentang Adang Daradjatun dimuat pada awal Agustus 2007 lalu di halaman khusus Kandidat di Kompas, saya sedang bertugas di Kitakyushu City, Jepang. Tapi setelah saya kembali, ada reaksi dari teman-teman saya pendukung Fauzi Bowo. Menurut mereka, saya pro-Adang, pendukung Adang, saya pernah bertugas lama di bidang kepolisian sehingga lebih berat ke Adang. Saya katakan, saya mendapat tugas mewawancarai dan menulis tentang Adang Daradjatun, dan memang demikianlah gaya tulisan saya.
Saya berpikir, wah, saya kenal baik Nur Mahmudi Ismail, mantan Presiden Partai Keadilan (cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera) yang kini Wali Kota Depok. Saya juga kenal baik dengan Zulkieflimansyah, kandidat Gubernur Banten yang diusung PKS. Dan dalam Pilkada DKI ini, saya pun harus bertemu dengan kandidat yang diusung PKS yaitu Adang Daradjatun. (Mudah-mudahan bukan karena inisial saya KSP. Hehehe, just kidding).
Saya memberi penjelasan bahwa saya seorang wartawan, non-partisan, dan tak boleh berat sebelah. Karena itulah saya juga menulis tentang Fauzi Bowo bersama rekan saya, Caesar dan Neli. Tapi sulit juga menjelaskan kepada teman-teman saya pendukung Fauzi, mengapa saya harus menulis tentang Adang seperti itu. Bahkan tim kampanye Fauzi, Idrus Marham bilang, tulisan saya terlalu pro Adang. Saya harus menjelaskan kepada Idrus ketika saya datang ke Fauzi Bowo Center di Jalan Diponegoro pada hari Rabu (8/8) sore, bahwa saya seorang jurnalis yang tidak berpihak.
Sehari sebelumnya (setelah saya kembali dari Jepang), saya datang ke rumah Fauzi Bowo di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan. Pada waktu itu Fauzi menegaskan bahwa tidak ada kata "kalah" dalam kamusnya. Fauzi sudah percaya diri memenangkan Pilkada. Setelah itu, Fauzi dan istrinya Sri Hartati makan siang di warung Pak Kumis, Jalan Kendal. Oleh Mbak Paula dari Hotline Adv, saya diminta duduk di dekat Fauzi dan Bu Tati. Saya makan sate dan sop Pak Kumis dengan lahap.
Fauzi waktu itu mengatakan setelah acara makan siang, akan ke rumah Ali Sadikin di Jalan Borobudur. Fauzi didukung penuh oleh Bang Ali, mantan Gubernur DKI Jakarta yang sangat populer. Ketika saya mengambil foto Fauzi dan istrinya di warung Pak Kumis itu, Fauzi sempat memberikan jarinya pada angka dua atau victory, kemenangan.
Sebenarnya sejak awal saya sudah memprediksi, Fauzi Bowo bakal menang. Bahkan jauh sebelum itu, lima tahun lalu, saya pernah membisikkan ke telinganya saat saya mengucapkan selamat kepda Fauzi yang waktu itu menjadi Wakil Gubernur mendampingi Bang Yos yang menjabat Gubernur DKI untuk periode kedua. "Lima tahun lagi, Pak Fauzi yang jadi gubernur," kata saya kepada Fauzi, lima tahun silam. Waktu itu saya masih membantu Harian Warta Kota, meliput sebuah acara fashion show yang dihadiri Fauzi Bowo.
Namun tulisan saya tentang Adang Daradjatun, sempat membuat kubu Fauzi "curiga" pada saya. Namun setelah saya menulis bahwa PKS dan Adang Selamati Fauzi Bowo, barulah Idrus Marham, Wakil Ketua Tim Kampanye Fauzi Bowo, menyampaikan kepada saya bahwa berita itu membuat kubu Fauzi gembira. "Itulah hebatnya kau. Pandai memainkan perasaan," ungkap Idrus Marham. Kalimatnya membuat saya tergelak. Yah, begitulah jurnalis. Saya tak punya kepentingan apa pun dalam meliput Pilkada DKI Jakarta ini.
Karena itu pulalah, saya agak heran jika ada institusi seperti AJI yang mengklaim bahwa berita Kompas berpihak pada Fauzi Bowo selama Pilkada. Lha, saya sendiri sebagai wartawan yang meliput Pilkada DKI malah sering disebut wartawan PKS kok. Kepada sahabat-sahabat saya di AJI, tolong Anda lihat persoalan ini secara menyeluruh dan jangan seenaknya ambil kesimpulan. Menurut saya, pemberitaan Kompas tetap seimbang. Kalau suatu hari pro-Fauzi, pasti hari lainnya pro-Adang.
Bagaimanapun, saya puas meliput Pilkada DKI Jakarta. Setidaknya saya menunjukkan bahwa saya non-partisan. Bahwa ada analisis saya tentang kemenangan Fauzi Bowo, saya kira sah-sah saja karena saya sudah lama mengenal Fauzi Bowo sejak beliau Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Tapi, saya toh tetap profesional dan proporsional saat menulis profil Adang Daradjatun.
Selamat buat Bang Fauzi dan Bang Pri. Selamat memimpin Jakarta untuk lima tahun ke depan. Selamat juga buat Bang Adang dan Bang Dani, yang sudah bersikap kesatria, mengakui kemenangan Fauzi-Pri. Mudah-mudahan Pilkada DKI Jakarta menjadi contoh kedewasaan berpolitik bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Palmerah, 17 Agustus 2007
Comments