Kolom Blog Adhi Ksp: Buanglah Mentak Sok Sibuk!
Pengantar
Banyak orang yang mengeluh tak punya waktu alias sok sibuk. Seakan mereka tidak menghargai waktu "banyak" yang mereka miliki. Mengapa ? (KSP)
Kolom Blog Adhi Ksp
Buanglah Mental Sok Sibuk!
Belum lama ini saya bertemu dengan seorang pengusaha muda yang sukses. Dia pemilik lisensi waralaba asing dan CEO sebuah perusahaan furnittur jaringan internasional. Saya terkesan padanya karena meskipun dia sudah di puncak, tapi toh masih menyempatkan waktunya melakukan perjalanan bersama saya pada akhir pekan lalu dengan Jaguar hitamnya.
Sebagai pemilik dan pimpinan puncak, pasti sahabat saya itu harus menggelar rapat dan mem-brief jajarannya. Tapi kali ini, dia meluangkan waktu, menikmati hidupnya, terkesan tidak terburu-buru. Ada berapa banyak orang seperti dia?Selama ini, banyak orang dengan posisi seperti sahabat tadi, terjebak dalam "kesibukan yang tiada henti". Bahkan karyawan biasa pun merasa waktu mereka sedikit, tak ada kesempatan bertemu dan bergaul dengan orang lain.
Saya pernah mengalami hal itu. Sungguh tidak menyenangkan ketika kita tenggelam dalam kesibukan yang tiada henti, mendapat tekanan waktu. Kita mudah tersinggung. Bahkan cenderung menjawab, "Maaf sedang dikejar deadline nih. Nggak punya waktu" dan jawaban sejenis itu. Apa betul kita tak punya waktu? Saya berbahagia ketika sahabat tadi ternyata meluangkan waktunya melakukan perjalanan bersama saya. "Nanti saya jemput ke rumah," katanya.
Saya terkesan. Sungguh sahabat tadi orang yang betul-betul menikmati hidup. Dia menolak terperangkap dalam kesibukan yang tak ada habis-habisnya. Saya pun memutuskan demikian. Menikmati hidup bukan berarti kita bersantai-santai saja. Kita tetap bekerja serius tapi tak perlu menjadi sok sibuk. Sebab bisa saja kita mengerjakan tugas kantor sembari bertemu dengan sahabat lama, makan siang ataupun menikmati waktu dengan bahagia.
Pekan lalu, di Bandung, saya bertemu dengan pemilik perusahaan yang nyentrik. Kemana-mana, dia hanya mengenakan celana pendek sementara tetamu mal berkonsep 'main street' dan 'alfresco dining' mengenakan pakaian bagus. Sang pemilik bahkan sering kali memegang sekop dan membersihkan sampah. Mengapa pula ada orang nyentrik seperti itu? Bahkan dia punya waktu untuk ngobrol dengan saya, meskipun dihubungi mendadak. Dia tidak menjawab, "Maaf saya lagi sibuk, lagi meeting, besok saja kembali lagi." Tapi menerima dengan "welcome" dan ngobrol banyak tentang proyek spektakulernya di Bandung.
Dua pengusaha yang saya temui pekan lalu itu wirausaha sejati, yang memulai usaha mereka dari bawah dan kini mereka ada di puncak. Tapi mereka tidak sombong, dan selalu punya waktu. Saya belajar banyak dari keduanya. Mentalitas "kesibukan tiada henti" memang harus dibuang jauh-jauh. Bagaimana kita memandang pekerjaan kita dari sudut pandang positif sehingga bekerja menjadi sesuatu yang selalu menggairahkan.
Wirausaha lainnya menyebutkan bagini: dalam sehari ada 24 jam. Delapan jam untuk tidur, istirahat. Delapan jam untuk bekerja, dan delapan jam untuk bermain. Tapi jika dalam bekerja, kita lakukan dengan "menikmati pekerjaan" dan bahagia, artinya kita punya waktu 16 jam untuk "bermain" dalam sehari!
Serpong, 10 Maret 2007
Banyak orang yang mengeluh tak punya waktu alias sok sibuk. Seakan mereka tidak menghargai waktu "banyak" yang mereka miliki. Mengapa ? (KSP)
Kolom Blog Adhi Ksp
Buanglah Mental Sok Sibuk!
Belum lama ini saya bertemu dengan seorang pengusaha muda yang sukses. Dia pemilik lisensi waralaba asing dan CEO sebuah perusahaan furnittur jaringan internasional. Saya terkesan padanya karena meskipun dia sudah di puncak, tapi toh masih menyempatkan waktunya melakukan perjalanan bersama saya pada akhir pekan lalu dengan Jaguar hitamnya.
Sebagai pemilik dan pimpinan puncak, pasti sahabat saya itu harus menggelar rapat dan mem-brief jajarannya. Tapi kali ini, dia meluangkan waktu, menikmati hidupnya, terkesan tidak terburu-buru. Ada berapa banyak orang seperti dia?Selama ini, banyak orang dengan posisi seperti sahabat tadi, terjebak dalam "kesibukan yang tiada henti". Bahkan karyawan biasa pun merasa waktu mereka sedikit, tak ada kesempatan bertemu dan bergaul dengan orang lain.
Saya pernah mengalami hal itu. Sungguh tidak menyenangkan ketika kita tenggelam dalam kesibukan yang tiada henti, mendapat tekanan waktu. Kita mudah tersinggung. Bahkan cenderung menjawab, "Maaf sedang dikejar deadline nih. Nggak punya waktu" dan jawaban sejenis itu. Apa betul kita tak punya waktu? Saya berbahagia ketika sahabat tadi ternyata meluangkan waktunya melakukan perjalanan bersama saya. "Nanti saya jemput ke rumah," katanya.
Saya terkesan. Sungguh sahabat tadi orang yang betul-betul menikmati hidup. Dia menolak terperangkap dalam kesibukan yang tak ada habis-habisnya. Saya pun memutuskan demikian. Menikmati hidup bukan berarti kita bersantai-santai saja. Kita tetap bekerja serius tapi tak perlu menjadi sok sibuk. Sebab bisa saja kita mengerjakan tugas kantor sembari bertemu dengan sahabat lama, makan siang ataupun menikmati waktu dengan bahagia.
Pekan lalu, di Bandung, saya bertemu dengan pemilik perusahaan yang nyentrik. Kemana-mana, dia hanya mengenakan celana pendek sementara tetamu mal berkonsep 'main street' dan 'alfresco dining' mengenakan pakaian bagus. Sang pemilik bahkan sering kali memegang sekop dan membersihkan sampah. Mengapa pula ada orang nyentrik seperti itu? Bahkan dia punya waktu untuk ngobrol dengan saya, meskipun dihubungi mendadak. Dia tidak menjawab, "Maaf saya lagi sibuk, lagi meeting, besok saja kembali lagi." Tapi menerima dengan "welcome" dan ngobrol banyak tentang proyek spektakulernya di Bandung.
Dua pengusaha yang saya temui pekan lalu itu wirausaha sejati, yang memulai usaha mereka dari bawah dan kini mereka ada di puncak. Tapi mereka tidak sombong, dan selalu punya waktu. Saya belajar banyak dari keduanya. Mentalitas "kesibukan tiada henti" memang harus dibuang jauh-jauh. Bagaimana kita memandang pekerjaan kita dari sudut pandang positif sehingga bekerja menjadi sesuatu yang selalu menggairahkan.
Wirausaha lainnya menyebutkan bagini: dalam sehari ada 24 jam. Delapan jam untuk tidur, istirahat. Delapan jam untuk bekerja, dan delapan jam untuk bermain. Tapi jika dalam bekerja, kita lakukan dengan "menikmati pekerjaan" dan bahagia, artinya kita punya waktu 16 jam untuk "bermain" dalam sehari!
Serpong, 10 Maret 2007
Comments