Mengenang Cinta Pada Sepotong Malam
Kolom Blog Adhi Ksp
Mengenang Cinta Pada Sepotong Malam
SUARA lembut Emi Fujita, penyanyi asal Jepang, betul-betul membuai. Malam ini, aku memutar kembali CD Camomile Blend yang kubeli empat tahun silam. Emi Fujita (44) mulai dikenal pencinta musik di luar Jepang setelah dia merilis album camomile berisi lagu-lagu barat populer. Emi Fujita "menemaniku" mengisi blog ini saat malam mulai larut. Dari First of May, Longer, Runaway sampai Every Breath You Take. Lagu-lagu yang membuatku mengingat sahabatku.
Aku baru saja selesai menonton film "Pride and Prejudice" di saluran televisi satelit. Sebuah film Hollywood garapan Joe Wright (2005) yang dibintangi artis cantik asal Inggris, Keisa Knightley (23). Film ini dibuat berdasarkan novel karya Jane Austen yang ditulis tahun 1796-1797 dan terbit pertama kali tahun 1813. Kisah cinta dan potret perempuan pada abad ke-18 di Inggris.
Waktu luang yang tersisa, bagiku sangat berarti. Aku masih bisa mendengarkan suara lembut Emi Fujita yang mendayu-dayu, melihat akting artis ayu Keisa Knightley, dan menulis blog ini di rumah. Pada malam lainnya, aku bertemu dan ngobrol dengan teman-temanku, sambil meneguk wine. Kadang pula aku ngobrol di warung kaki lima sambil meneguk kopi tubruk. Tapi malam ini, di rumah, aku "ditemani" Emi Fujita yang membawakan Once in a Very Blue Moon, True Colors dan Faithless Love.
Film dan lagu selalu membawakan tema cinta nan abadi. Tak ada yang membantah hal itu. "Cinta memang tak logis," kata Lola Amaria, sutradara film "Betina" pada suatu hari ketika aku mewawancarainya. Mengapa? Ketika ditanya mengapa jatuh cinta? Jika jawabannya, "tidak tahu", maka itulah yang disebut cinta. Kata Lola, jika jawabannya karena dia ganteng, cantik, punya duit banyak, punya jabatan, itu bukan cinta karena tidak tulus.
Aku pikir Lola benar. Cinta memang tidak logis. Love is unlogic! Sulit untuk dipahami. Dan ketika kita masuk dalam dunia yang logis, cinta telah pergi. Mungkin terbang tinggi, mungkin juga pergi bersembunyi, menyelinap masuk ke lorong-lorong hati.
Every breath you take, Every move you make, Every bond you break, Every step you take, Ill be watching you. Every single day, Every word you say, Every game you play, Every night you stay, I'll be watching you. Oh, can't you see, You belong to me, How my poor heart ,With every step you take.... Emi Fujita membuai dengan lagu ciptaan Sting "The Police" itu.
Pada sepotong malam ini, aku mengenang cinta yang tak logis, yang telah pergi jauh. Sebab saat matahari menyapa, aku sudah berada lagi di dunia nyata.
Mengenang Cinta Pada Sepotong Malam
SUARA lembut Emi Fujita, penyanyi asal Jepang, betul-betul membuai. Malam ini, aku memutar kembali CD Camomile Blend yang kubeli empat tahun silam. Emi Fujita (44) mulai dikenal pencinta musik di luar Jepang setelah dia merilis album camomile berisi lagu-lagu barat populer. Emi Fujita "menemaniku" mengisi blog ini saat malam mulai larut. Dari First of May, Longer, Runaway sampai Every Breath You Take. Lagu-lagu yang membuatku mengingat sahabatku.
Aku baru saja selesai menonton film "Pride and Prejudice" di saluran televisi satelit. Sebuah film Hollywood garapan Joe Wright (2005) yang dibintangi artis cantik asal Inggris, Keisa Knightley (23). Film ini dibuat berdasarkan novel karya Jane Austen yang ditulis tahun 1796-1797 dan terbit pertama kali tahun 1813. Kisah cinta dan potret perempuan pada abad ke-18 di Inggris.
Waktu luang yang tersisa, bagiku sangat berarti. Aku masih bisa mendengarkan suara lembut Emi Fujita yang mendayu-dayu, melihat akting artis ayu Keisa Knightley, dan menulis blog ini di rumah. Pada malam lainnya, aku bertemu dan ngobrol dengan teman-temanku, sambil meneguk wine. Kadang pula aku ngobrol di warung kaki lima sambil meneguk kopi tubruk. Tapi malam ini, di rumah, aku "ditemani" Emi Fujita yang membawakan Once in a Very Blue Moon, True Colors dan Faithless Love.
Film dan lagu selalu membawakan tema cinta nan abadi. Tak ada yang membantah hal itu. "Cinta memang tak logis," kata Lola Amaria, sutradara film "Betina" pada suatu hari ketika aku mewawancarainya. Mengapa? Ketika ditanya mengapa jatuh cinta? Jika jawabannya, "tidak tahu", maka itulah yang disebut cinta. Kata Lola, jika jawabannya karena dia ganteng, cantik, punya duit banyak, punya jabatan, itu bukan cinta karena tidak tulus.
Aku pikir Lola benar. Cinta memang tidak logis. Love is unlogic! Sulit untuk dipahami. Dan ketika kita masuk dalam dunia yang logis, cinta telah pergi. Mungkin terbang tinggi, mungkin juga pergi bersembunyi, menyelinap masuk ke lorong-lorong hati.
Every breath you take, Every move you make, Every bond you break, Every step you take, Ill be watching you. Every single day, Every word you say, Every game you play, Every night you stay, I'll be watching you. Oh, can't you see, You belong to me, How my poor heart ,With every step you take.... Emi Fujita membuai dengan lagu ciptaan Sting "The Police" itu.
Pada sepotong malam ini, aku mengenang cinta yang tak logis, yang telah pergi jauh. Sebab saat matahari menyapa, aku sudah berada lagi di dunia nyata.
Comments